Langsung ke konten utama

Si penyihir Mastantuono

Nomor 10 di Argentina merupakan nomor yang keramat, tidak sembarang orang bisa menggunakan nomor tersebut. Mulai dari Mario Kempes, Maradona hingga Lionel Messi semuanya merupakan pemain yang mampu membawa Argentina menjadi juara piala dunia di masing-masing eranya. Kini muncul pertanyaan siapa yang layak menggunakan nomor 10 ketika Lionel Messi berada di penghujung karirnya yang gemilang? 

Banyak pihak menilai bahwa satu-satunya pemain yang sangat layak menggunakan nomor 10 setelah Lionel Messi adalah Franco Mastantuono pemain yang lahir di kota Azul Argentina, tak henti-hentinya menunjukan permainan impresif dan eksplosiv kala membela Real Madrid, baru berusia 18 tahun akan tetapi memiliki permainan ciamik nan dewasa diatas lapangan.

Tumbuh besar di Akademi River Plate membuat ia menjadi pemain yang menonjol, baru berusia 17 tahun ia berhasil mencatatkan 6 penampilan dan mengukir 2 gol di copa Libertadores kala itu catatan impresif dari bocah berusia 17 tahun, tak hanya itu ia kerap kali menunjukan aksi-aksi ciamik nan menghibur di tengah lapa


ngan salah satunya adalah mencetak gol indah tendangan bebas hmpir dari setengah lapangan kala bersua Boca Junior musuh bebuyutan River Plate di musim 2024-2025. 

Bakat sepak bola Mastantuono sudah tercium ketika bergabung dengan River Plate, dan ketika ia bergabung dengan Real Madrid ia berhasil mengimbangi ritme yang dibangun oleh gelandang tengah seperti Valverde dan Bellingham dan meskipun baru bergabung ia berhasil memberikan assist kepada lini depan Real Madrid, tak hanya itu ia bahkan berhasil menyumbang gol sejauh ini.

Setelah era Redondo dan Di Maria Mastantuono nampaknya akan menggoreskan namanya dengan tinta emas untuk Los merengues. Real Madrid dan pemain Argentina selalu memiliki cerita mengesankan banyak pemain asal Argentina yang mampu menorehkan tinta emas untuk Real Madrid seperti legenda mereka Alfredo di Stefano, Fernando Redondo dan terakhir adalah Angel Di Maria semoga Mastantuono mampu meneruskan sejarah yang dibangun oleh pendahulu-pendahulunya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Udine kota Udinese

 Udine merupakan kota kecil berjarak 40 km dari batas antara Italy dan Slovenia kota ini juga berbatasan langsung dengan kota Venezia salah satu kota terindah di Italy. Setelah beberapa kali diduduki oleh beberapa kerajaan pada saat itu, Udine akhirnya resmi bergabung dengan Italy pada tahun 1797 dan menjadi basis militer terbesar Italy pada tahun 1866. Di kota ini munculah sebuah klub sepakbola bernama Udinese Calcio yang didirikan pada tanggal 30 november 1896 sebagai klub olahraga dan bertransformasi sebagai klub sepak bola pada 5 juli 1911. Klub yang bermarkas di stadion Friulli ini memiliki sejarah yang cukup unik, secara prestasi Udinese bukan klub yang begitu menonjol mereka hnya mampu mencapai final final piala Italy ratusan tahun lalu akan tetapi klub ini kerap melahirkan bintang-bintang besar Liga Italy. Alexis Sanchez, Antonio Di Natale, Vincenzo Iaquinta hingga Rodrigo De paul pernah berseragam Udinese. Tim ini merupakan salah satu tim yang sangat konsisten d liga Italy...

The Ignasius

 In Indonesia there is a man that many people says that he is the father of national train. Where he could rebuilt the train national industry he change the culture of people and change the every aspect of passenger train into something more profesional from the worst to the best. Something that for some people never imagine it could be done just by one minister.  He is Ignatius Jonan the ex minister transportation of Indonesia. Ignasius Jonan was born in Singapoore 61 years ago but he spent many years by live in Surabaya that's why the way he talked very javanese by his accent. He said on an interview everything that he had done only by two words "working hard". Something interesting by his story as a minister transporation when he could change the image of train in Indonesia that we all know at that time popular with their worst image. People  took a pee on the train, there are many people didn't sit on their seat they sleeping on the ground and many pickpocket but ...

Sejarah pertama kali komersialisasi minuman beralkohol

 Komersialisasi minuman beralkohol di Indonesia sudah terjadi sejak zaman kolonial Belanda tepatnya pada tahun 1891 hingga 1893  dimana peredaran minuman beralkohol baik minuman lokal maupun minuman dari negara lain sudah membanjiri pasar miras di Hindia Belanda zaman itu, mulai dari bir, whiskey, wine hingga cognac Semua jenis minuman ini diyakini dibawa oleh para tentara kolonial yang datang ke Hindia Belanda pada saat itu. Dilansir historia kurang lebih sekitar 600.000 liter miras dibawah masuk ke Hindia Belanda pada saat itu, tetapi hal ini tidak terlalu berdampak signifikan pada peredaran minuman lokal asli nusantara yang sudah sangat melekat dengan kehidupan sehari-hari masyarakat, dari sinilah terbentuk segmentasi pasar penikmat minuman tradisional dan impor. Banyaknya peredaran minuman impor yang membanjiri Hindia Belanda kala itu juga mengundang reaksi dari berbagai kalangan, salah satunya dari organisasi Muhammadiyah yang mulai gelisah dengan peredaran miras tersebut...